ARCA yang diyakini
perwujudan ibu suri kerajaan Majapahit era Hayam Wuruk (masa keemasan
majapahit), Gayatri Rajapatni dalam keadaan tidak utuh lagi di candi Boyolangu atau
candi Gayatri menurut penamaan warga di
desa dan kecamatan Boyolangu, kabupaten
Tulungagung, JaTim.
Keyakinan
sejarawan dari University of British Columbia, Kanada, Earl Drake, mengejutkan.
Pada bukunya, ia menyatakan patung Prajnaparamita yang termasyhur itu adalah
Gayatri Rajapatni. Bukan Ken Dedes seperti yang diyakini publik selama ini.
Patung Prajnaparamita salah satu peninggalan artistik dari masa lalu Nusantara,
mungkin paling terkenal di dunia Barat, mempesona pengunjung pameran museum
dari Paris hingga Tokyo.
Pengajar
sejarah dari Uneversitas Negri Malang (UNM), Deny Yudo Wahyudi mengaku sampai
membaca buku itu, Gayatri Rajapatni,
Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit (penerbit Ombak, Yogyakarta,
2012)berulang kali. Ia memahami Prajnaparamita adalah Ken Dedes, istri dari
raja Singhasari Ken Arok. Ia membuat ulasan arkeologis tentang misteri yang
terlanjur menjadi keyakinan masyarakat itu.
Ken
Dedes hidup pada masa sekitar 100 tahun sebelum era Gayatri. Pemahamn selama
ini, Ken Dedes adalah wajah dibalik Prajnaparamita. Saat ditemukan oleh pejabat
kolonial Belanda tahun 1818, patung itu barada di Kecamatan Singosari, Kabupaten
Malang, tempat Candi Singosari berada. Daerah itu dinilai sabagai lokasi
Singhasari.
Di
pintu gerbang kota Malang, di Kecamatan Blimbing, patung Prajnaparamita yang dipahami
patung Ken Dedes dibangun berukuran raksasa, sebagai ikon selamat datang. Ken
Dedes digunakan untuk nama pusat kerajinan, juga galeri seni. Rumah Makan
Inggil memasang patung itu di pintu nya.
Sulit
memahami, saat patung ini harus dikenali dengan karakter lain, Gayatri
Rajapatni. Dalam dokumentasi luar negri, seperti The Sculpture of Indonesia (National Gallery of Art, Washington,
1990), Drake sudah menyatakan Prajnaparamita adalah Gayatri Rajapatni.
Diskusi
dengan Drake, Duta Besar Kanada untuk Indonesia (1982-1983) dan mantan Direktur
Eksklusif Bank Dunia (1975-1982), yang berlangsung di UNM tidak bisa
menghindarkan perdebatan soal ini. Posisi duduk Prajnaparamita menunjuk cara
duduk pendeta Buddhis Dharmacakramudra, yang disebut Buddhis Iconography. Ini
cocok dengan Negarakertagama, sumber
utama yenyeng Majapahit. Gayatri saat dewasa memilih menjadi pendeta Buddha dan
mengasingkan diri ke selatan. Padahal, agama kerajaan masih Hindu. Sebaliknya,
karakter Ken Dedes lebih tepat dikaitkan dengan Dewi Hindu, Parvati. Ken Dedes
berasal dari zaman Hindu di Singhasari.
Bagi
Denny, buku Drake membuka perdebatan lama tentang siapa yang dipatungkan
menjadi Prajnaparamita. “Ilmuwan sejarah masih berdebat, namun masyarakat
terlanjur ada keputusan, bahwa Prajnaparamita adalah Ken Dedes. Kecantikan Ken
Dedes terlanjur merasuk dalam cerita rakyat Jawa Timur sehingga patung yang
cantik ini mudah diyakini sebagai wujud Ken Dedes”, katanya.
Arca
dewa atau dewi pada situs kekunoan dipahami sebagai potret tokoh tertentu. Di
balik wajah itu ada karakter manusia asli. Jika benar demikian, betapa
cantiknya, siapapun perempuan yang menjadi wujud patung itu.
Gayatri
sebagai karakter sejarah agak luput dari perhatian peneliti nasoinal. Menurut Drake
ia dipuja Prapanca, pena penulis Negarakertagama (Nagarakretagama atau Desawardana)
yang rampung ditulis 1365.
Menurut
Deny, biografi Gayatri agak samar karena tak banyak sumber sejarah
pembadingnya. Namun Drake dengan pengalaman 20 tahun menelusuri sejarah
Majapahit dan terpukau dengan peran Gayatri sebagai perempuan di tengah iklim
patriarki pada peradaban kuno Singhasari dan Majapahit pada abad ke-14 itu. Ia
juga berani menyejajarkan Gayatri dengan Cleopatra dari Mesir, perempuan
“penakluk” Romawi.
“Hollywood
yang membuat Cleopatra tampak besar. Gayatri tak hanya tokoh nasional di
Majapahit, tetapi tokoh perempuan internasional pula. Wawasannya diwarisi dari
ayahnya, raja besar Singhasari Kertanagara, yang berani menghadapi dominasi
global Kubilai Khan” jelasnya.
Gayatri
(wafat 1350), sebagai istri pendiri Majapahit, Raden Wijaya (1294-1309). Ia
adalah perempuan yang mengasuh dua tokoh penting, Raja Hayam Wuruk (1350-1389),
cucu Gayatri dan Maha Patih Gajah Mada. Keduanya yang melahirkan zaman keemasan
Majapahit.
Gayatri
diduga yang membangun wawasan nusantara, yang berlaku hingga kini, melampaui zamannya.
Menurut Drake dan Deny, ia juga menjembatani perbedaam agama Hindu dan Budha
yang tegang dan mendorong pluralisme di tanah Jawa pada zamannya. “Prestasi
Hayam Wuruk mempersatukan nusantara melalui bantuan Gajah Mada yang berideologi
Bhinneka Tunggal Ika, kesatuan dalam keberagaman. Gayatri patut diyakini
sebagai orang di balik kebesaran Majapahit,” Jelas Drake.
Deni
menduga ada keterkaitan antara Prajnaparamita dan Gayatri. Melalui analisis
Drake, ia membenarkan patung Gayatri memenuhi gaya Majapahit Style, sebab bunga teratai pada tatakan patung itu ada di luar vas. Artinya gaya
Majapahit, bukan gaya Singhasari.
Menurut
sejarawan dari Universitas Indonesia, Agus Aris Munandar seperti dikutip Deni,
arca Prajnaparamita dari Singosari pas dilekatkan dengan Gayatri.
Negarakertagama mengasumsikan ada dua arca “pendarmaan” Gayatri. Yang satu di
Prajnaparamitapuri, Bhayalangu.
Satu
lagi, diduga kini berada di Museum Nasional Jakarta. Patung ini pernah diangkut
ke Leiden, Belanda, sebelum dikembalikan ke Indonesia, Agus Arismunandar
(2003), yakin Gayatri bukan Ken Dedes.
Sources : Harian Umum Singgalang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar